Sulit rasanya membicarakan sejarah game first-person shooter tanpa menyinggung Battlefield. Selama dua dekade terakhir, seri ini dikenal sebagai simbol peperangan skala besar—peta luas, kendaraan tempur di mana-mana, dan momen kacau yang entah bagaimana terasa menakjubkan. Setelah eksperimen kontroversial dengan Battlefield 2042, banyak fans sempat khawatir kalau DICE sudah kehilangan sentuhannya. Namun Battlefield 6, yang kini hadir dengan subjudul Good Company, mencoba menjawab keraguan itu dengan cara yang cukup berani: bukan lewat inovasi radikal, tapi lewat nostalgia yang diracik ulang dengan presisi modern.
Game ini seperti pengakuan jujur dari DICE, bahwa mereka mendengar keluhan pemain. Tidak lagi mengejar konsep futuristik yang terlalu abstrak atau eksperimen gameplay yang tak stabil, Battlefield 6 kembali ke akar—konflik modern yang realistis, sistem kelas yang familier, dan atmosfer perang yang benar-benar terasa hidup. Seolah DICE berkata, “Oke, mari kita mulai lagi dari apa yang dulu membuat seri ini dicintai.”
Namun tentu saja, kembalinya “bentuk klasik” ini tidak datang tanpa kompromi. Di balik visual yang memukau dan suara ledakan yang begitu imersif, Battlefield 6 masih harus menghadapi pertanyaan besar: apakah permainan ini benar-benar terasa segar, atau sekadar nostalgia berbalut grafis next-gen?
Ulasan kali ini akan membedah semua aspek penting dari Battlefield 6 (Good Company)—mulai dari kampanye single player, mode multiplayer, sistem kelas, hingga elemen destruksi yang menjadi ciri khas seri ini.
Mari kita lihat, apakah DICE benar-benar berhasil mengembalikan kejayaan Battlefield, atau justru terjebak di antara masa lalu dan masa depan.
Latar Belakang & Sejarah Seri Battlefield
Sejak debutnya pada tahun 2002 lewat Battlefield 1942, seri Battlefield sudah dikenal karena satu hal: skala perangnya yang masif. Di saat game lain fokus pada pertempuran jarak dekat dan aksi cepat, DICE justru menawarkan sesuatu yang lebih besar — perang total dengan infanteri, tank, jet, dan kapal perang yang semuanya saling bertabrakan dalam satu peta luas. Dari situlah lahir identitas unik Battlefield sebagai game yang bukan hanya soal menembak, tapi juga soal strategi dan kekacauan yang terorganisir.
Evolusi dari Generasi ke Generasi
Setiap seri Battlefield membawa sesuatu yang berbeda. Battlefield 2 memperkenalkan sistem komando dan teamwork yang lebih solid. Battlefield: Bad Company menambahkan elemen humor dan destruksi lingkungan yang inovatif, sementara Battlefield 3 dan Battlefield 4 dianggap sebagai puncak kejayaan era modern dengan visual spektakuler dan gameplay yang seimbang antara realisme dan kesenangan arcade.
Namun, ketika Battlefield 2042 dirilis, banyak yang merasa arah franchise mulai melenceng. DICE mencoba membawa Battlefield ke masa depan, dengan konsep pasukan tanpa kelas dan gadget futuristik. Sayangnya, hasilnya justru membuat game kehilangan identitasnya. Banyak pemain lama merasa terasing karena gameplay yang terasa terlalu bebas dan kehilangan struktur khas Battlefield.
Kembalinya ke Akar dengan Battlefield 6
Melalui Battlefield 6 (Good Company), DICE seakan ingin menebus kesalahan itu. Alih-alih mencoba hal baru yang berisiko tinggi, mereka memutuskan untuk “mundur selangkah demi melangkah lebih kuat.” Game ini kembali ke latar konflik modern yang lebih membumi, menghadirkan sistem kelas tradisional, serta elemen destruksi yang lebih realistis dan berdampak langsung pada strategi di medan perang.
Pendekatan ini bisa dibilang konservatif, tapi juga cerdas. DICE tahu bahwa kekuatan terbesar Battlefield bukan pada eksperimen liar, melainkan pada bagaimana game ini membuat pemain merasa jadi bagian dari perang besar yang hidup dan dinamis.
Ekspektasi Besar dari Komunitas
Dengan reputasi franchise yang sempat goyah, Battlefield 6 datang membawa beban ekspektasi yang tinggi. Banyak yang berharap game ini bisa mengembalikan kejayaan masa Battlefield 3 dan 4. DICE pun tampak sadar betul dengan tekanan itu — mereka menonjolkan elemen teamwork, sistem kelas yang jelas, dan peta besar dengan intensitas pertempuran yang kembali ke format 64 pemain.
Pertanyaannya, apakah semua itu cukup untuk membuat Battlefield 6 terasa segar dan relevan di tahun ini, di tengah persaingan dengan game seperti Call of Duty dan Hell Let Loose?
Mari kita gali lebih dalam mulai dari aspek pertama yang paling sering jadi perhatian pemain: kampanye single player-nya.
Cerita & Kampanye Single Player di Battlefield 6

Setelah Battlefield 2042 dikritik karena tak memiliki mode cerita sama sekali, Battlefield 6 (Good Company) datang membawa sesuatu yang sudah lama dirindukan: kampanye single player yang utuh. DICE seolah menyadari bahwa banyak pemain bukan hanya datang untuk multiplayer semata, tapi juga untuk merasakan sensasi menjadi “bagian kecil dari perang besar” yang selalu jadi identitas seri ini.
Kisah Tentang Perang yang Tidak Hitam Putih
Dalam Battlefield 6, kamu bermain sebagai anggota pasukan bayaran bernama Good Company — sekelompok prajurit yang bertarung bukan demi ideologi, tapi demi bertahan hidup di tengah kekacauan global. Setting-nya mengambil latar konflik modern di berbagai belahan dunia, mulai dari Eropa Timur, Timur Tengah, hingga Asia Tenggara. Ceritanya memang tidak serumit film perang politik, tapi justru di situlah kekuatannya: fokus, lugas, dan cukup manusiawi.
Alih-alih menggambarkan perang sebagai pertarungan antara “baik vs jahat”, DICE menghadirkan nuansa abu-abu yang lebih realistis. Setiap karakter dalam Good Company punya motivasi pribadi — ada yang bertarung karena uang, ada yang ingin melarikan diri dari masa lalu, dan ada pula yang sekadar mencari makna di dunia tanpa arah. Pendekatan ini membuat narasi terasa lebih grounded dan relevan dengan isu dunia nyata.
Struktur Misi yang Variatif
Kampanye Battlefield 6 dibagi menjadi enam bab besar, masing-masing dengan lokasi dan pendekatan gameplay berbeda. Beberapa misi menghadirkan aksi frontal berskala besar — penuh ledakan, tank, dan artileri — sementara yang lain menekankan infiltrasi dan stealth.
DICE tampaknya belajar banyak dari Bad Company 2 dan Battlefield 1. Kini, setiap misi menawarkan ruang eksplorasi yang lebih bebas, memberi pemain opsi untuk memilih taktik sendiri: menyerang langsung dengan kendaraan berat, atau memanfaatkan medan dan gadget untuk menyusup diam-diam.
Namun, meski variasi misinya terasa segar di awal, ritmenya mulai menurun di pertengahan kampanye. Beberapa misi terasa seperti “filler”, hanya ada untuk memperpanjang durasi tanpa membawa sesuatu yang baru. AI musuh juga masih menjadi kelemahan klasik—kadang terlalu pasif, kadang mendadak overpowered tanpa alasan yang jelas.
Visual dan Sinematografi yang Mengesankan
Satu hal yang sulit disangkal: Battlefield 6 adalah game yang luar biasa indah. DICE memanfaatkan penuh kekuatan Frostbite Engine terbaru untuk menciptakan pencahayaan dinamis, efek cuaca realistis, dan detail lingkungan yang nyaris sinematik. Dalam satu misi, kamu bisa melihat badai pasir perlahan menelan kota, membuat jarak pandang menurun drastis dan mengubah total taktik tempur.
Transisi antara cutscene dan gameplay juga terasa mulus, tanpa jeda mencolok. Beberapa momen sinematik — seperti pengepungan kota dengan helikopter dan tank di kedua sisi — benar-benar terasa seperti adegan film perang blockbuster.
Kelemahan dalam Narasi dan Karakterisasi
Meski tampil megah secara visual, kampanye Battlefield 6 masih memiliki masalah klasik: karakter yang sulit diingat. DICE berusaha menghadirkan kepribadian yang kuat di tiap anggota Good Company, tapi sebagian besar terasa generik dan tidak berkembang banyak seiring cerita berjalan.
Dialognya terkadang klise, bahkan terasa terlalu “gamey” di beberapa titik. Tidak ada momen emosional yang benar-benar mengguncang seperti di Battlefield 1 atau humor tajam khas Bad Company. Akibatnya, walau alur ceritanya solid, kampanye ini masih belum mampu memberikan pengalaman naratif yang benar-benar membekas di benak pemain.
Sebagai upaya membawa kembali single player ke dalam Battlefield, Good Company bisa dibilang berhasil — tapi belum sepenuhnya memuaskan. Ia menghadirkan penceritaan yang lebih matang dibanding seri terakhir, namun masih kalah dalam hal kedalaman emosi dan penulisan karakter.
Namun tetap saja, kehadiran kampanye ini adalah langkah besar yang menandakan bahwa DICE kembali peduli terhadap pengalaman solo pemainnya. Dan untuk banyak fans lama, itu sudah cukup menjadi alasan untuk tersenyum.
Mode Multiplayer & Inti Pengalaman Battlefield 6

Tidak berlebihan rasanya jika dikatakan bahwa multiplayer adalah jantung utama dari setiap game Battlefield. Di sinilah semua elemen — dari desain peta, kendaraan, kelas, hingga teamwork — benar-benar diuji. Battlefield 6 (Good Company) kembali menegaskan hal itu dengan menghadirkan pengalaman perang berskala besar yang memadukan kekacauan, strategi, dan kerja sama tim dalam satu paket eksplosif.
Kembali ke Akar: 64 Pemain, Satu Medan Perang
Salah satu keputusan paling disambut positif adalah kembalinya format klasik 64 pemain (32 vs 32) di peta besar dengan berbagai titik objektif. Setelah eksperimen skala 128 pemain di Battlefield 2042 yang justru membuat gameplay terasa tidak fokus, DICE kini kembali ke format yang lebih padat dan terstruktur.
Hasilnya? Pertempuran terasa lebih taktis, terukur, dan personal. Setiap keputusan kecil — seperti memilih kelas, menentukan jalur serangan, atau kapan menggunakan kendaraan — punya dampak nyata terhadap hasil tim. Dengan peta yang didesain ulang agar lebih vertikal dan dinamis, setiap ronde bisa berubah jadi pengalaman berbeda.
Mode Utama: Conquest dan Rush Kembali Berjaya
Mode klasik Conquest tetap menjadi bintang utama, di mana dua tim bertarung untuk menguasai sejumlah titik kontrol di peta. Bedanya, kali ini sistem tiket dan kontrol area terasa lebih ketat dan menantang. Setiap sektor kini memiliki efek strategis tersendiri — misalnya, menguasai bandara bisa membuka akses pesawat tempur, atau merebut pusat komunikasi bisa mempercepat respawn tim.
Sementara itu, Rush hadir sebagai mode sekunder yang lebih cepat dan intens. Pemain harus bekerja sama untuk menanam atau melindungi bomb site dalam tempo yang menegangkan. Mode ini sangat cocok untuk mereka yang menginginkan aksi padat tanpa kehilangan elemen teamwork khas Battlefield.
Selain dua mode utama tersebut, Battlefield 6 juga memperkenalkan beberapa variasi baru seperti Combined Arms, di mana empat pemain bekerja sama menghadapi gelombang AI dalam misi semi-kooperatif. Mode ini menjadi jembatan antara single player dan multiplayer — cocok untuk pemula yang ingin berlatih sebelum terjun ke perang besar.
Desain Peta: Luas Tapi Terarah
DICE terkenal sebagai salah satu developer dengan kemampuan terbaik dalam merancang peta multipemain, dan reputasi itu kembali terbukti di Battlefield 6. Setiap peta dirancang bukan hanya agar terlihat indah, tapi juga memiliki “alur pertempuran” yang alami.
Contohnya, peta “Harborline Siege” menghadirkan kota pelabuhan yang bisa berubah total setelah badai menghantam — area pertempuran yang awalnya terbuka bisa berubah jadi labirin reruntuhan. Ada pula “Red Valley”, area pegunungan bersalju dengan jalur sempit yang memaksa pertempuran jarak dekat. DICE memanfaatkan elemen cuaca dinamis untuk membuat tiap pertempuran terasa hidup dan tak terduga.
Kendaraan dan Aksi Skala Besar
Tentu saja, Battlefield tak akan lengkap tanpa kendaraan. Dari tank, APC, helikopter serbu, hingga jet tempur, semuanya kembali dengan kontrol yang lebih responsif dan peran yang lebih jelas. Kini, kendaraan tidak lagi bisa mendominasi peta tanpa batas — setiap unit memiliki sistem bahan bakar dan perawatan yang membuat penggunaannya lebih strategis.
Menariknya, DICE juga memperkenalkan mekanik baru bernama “Squad Vehicle Spawn”, di mana anggota tim bisa memunculkan kendaraan khusus di dekat lokasi rekan satu tim yang memegang posisi penting. Fitur ini mendorong kerja sama dan membuat tempo permainan tetap dinamis tanpa harus menunggu lama di menu spawn.
Kerja Sama Tim yang Lebih Terarah
DICE tampaknya ingin mengembalikan esensi Battlefield sebagai game berbasis kerja sama. Kini, sistem Squad Play mendapat pembaruan signifikan. Pemain dalam satu regu dapat saling berbagi amunisi, menyembuhkan, atau bahkan memanggil kendaraan dukungan. Setiap kontribusi kecil — seperti membantu rekan merebut sektor — mendapat poin pengalaman tambahan yang mendorong perilaku kooperatif.
Komunikasi juga diperkuat lewat sistem Quick Command Wheel baru, memungkinkan pemain menandai lokasi musuh, meminta bantuan udara, atau memerintahkan regroup hanya dengan satu tombol. Ini membuat koordinasi lebih mudah, bahkan tanpa voice chat.
Stabilitas Server dan Kualitas Koneksi
Salah satu masalah besar di Battlefield 2042 adalah server yang tidak stabil dan bug di mana-mana. Untungnya, Battlefield 6 hadir dengan peningkatan besar pada sisi teknis. Koneksi terasa jauh lebih stabil, matchmaking lebih cepat, dan performa konsisten di berbagai platform. Meski kadang masih ditemukan glitch minor, tidak ada lagi momen frustasi akibat server crash di tengah laga.
Secara keseluruhan, Battlefield 6 (Good Company) berhasil menangkap kembali esensi multiplayer yang membuat franchise ini legendaris. Pertempuran terasa besar, penuh drama, dan memuaskan — tapi kali ini lebih terkendali dan terarah.
Game ini mengingatkan kita bahwa Battlefield terbaik bukan yang paling besar atau paling modern, melainkan yang membuat setiap pemain merasa penting di tengah kekacauan perang.
Sistem Kelas & Kustomisasi
Salah satu keputusan paling berani — sekaligus paling disambut antusias — dari Battlefield 6 (Good Company) adalah kembalinya sistem kelas tradisional. Setelah Battlefield 2042 sempat menghapus batasan kelas dan membiarkan pemain menggunakan senjata serta gadget secara bebas (yang justru membuat gameplay terasa kacau), DICE kini kembali ke struktur yang lebih jelas dan taktis.
Empat Kelas Utama Kembali: Identitas yang Kuat
Ada empat kelas utama dalam Battlefield 6: Assault, Engineer, Support, dan Recon. Masing-masing memiliki peran spesifik di medan perang, serta peralatan yang mencerminkan gaya bermain mereka.
Kelas | Peran Utama | Senjata & Gadget Khas |
---|---|---|
Assault | Garis depan, serangan cepat | Rifle serbu, medkit, defibrillator |
Engineer | Dukungan kendaraan & perbaikan | SMG, kunci inggris, peluncur roket |
Support | Dukungan tim & amunisi | LMG, tas amunisi, mortar portabel |
Recon | Pengintai & penembak jarak jauh | Sniper rifle, drone, sensor gerak |
Setiap kelas kini terasa penting dan saling melengkapi. Tidak ada lagi pemain yang bisa “melakukan semuanya sendiri.” Keputusan untuk mengembalikan peran yang jelas ini menjadikan setiap momen dalam pertempuran terasa lebih terkoordinasi.
Gadget & Trait yang Membedakan
Selain senjata utama, tiap kelas juga dibekali dengan trait — kemampuan pasif khusus yang memperkuat gaya bermain mereka. Misalnya, Engineer mendapatkan bonus kecepatan perbaikan kendaraan, sementara Recon bisa menandai musuh lebih lama di radar setelah menembak.
Sistem ini membuat perbedaan antar kelas terasa nyata tanpa membuat salah satunya terlalu dominan. DICE juga memastikan bahwa tidak ada gadget “ajaib” yang bisa digunakan lintas kelas, sehingga identitas tiap peran tetap kuat.
Kustomisasi Senjata: Fleksibel tapi Terukur
Salah satu aspek yang paling banyak dipoles di Battlefield 6 adalah sistem kustomisasi senjata. Pemain bisa mengubah hampir setiap aspek — dari laras, optik, amunisi, hingga pegangan. Semua perubahan dilakukan lewat sistem real-time loadout yang memungkinkan pergantian attachment di tengah pertempuran (mirip dengan sistem Battlefield 2042, tapi kini lebih seimbang).
Namun, DICE juga membatasi jumlah kombinasi agar tidak menciptakan “meta build” yang terlalu dominan. Setiap pilihan attachment punya konsekuensi nyata — misalnya, laras panjang menambah akurasi tapi mengurangi mobilitas, atau amunisi armor-piercing yang kuat tapi memiliki kecepatan peluru lebih lambat.
Dengan cara ini, kustomisasi terasa bermakna dan strategis, bukan sekadar kosmetik.
Sistem Progression yang Lebih Terarah
DICE juga memperkenalkan sistem progression baru berbasis kelas. Pemain akan membuka senjata, gadget, dan skin khusus dengan cara memainkan kelas tertentu, bukan sekadar menaikkan level akun umum. Ini mendorong pemain untuk menguasai satu peran sebelum berpindah ke yang lain, menciptakan rasa pencapaian yang lebih nyata.
Selain itu, sistem Battle Pass di Battlefield 6 kini lebih ramah pemain. Hampir semua konten gameplay dapat dibuka lewat permainan biasa tanpa perlu membayar, sementara item kosmetik premium tidak memberi keuntungan kompetitif.
Keseimbangan Antar Kelas
Dalam beberapa minggu pertama, komunitas sempat khawatir bahwa sistem kelas tradisional bisa membatasi kreativitas. Namun dalam praktiknya, DICE berhasil menjaga keseimbangan. Tiap kelas punya kekuatan dan kelemahan yang bisa dikompensasi dengan kerja sama tim.
Misalnya, Assault mungkin mendominasi jarak dekat, tapi tanpa Support yang menyuplai amunisi atau Engineer yang memperbaiki kendaraan, mereka cepat kehabisan daya tempur. Recon, di sisi lain, bisa memberikan intel penting bagi seluruh tim tapi lemah dalam duel terbuka.
Sistem ini menciptakan dinamika tim yang sangat hidup — di mana kemenangan tidak ditentukan oleh pemain paling kuat, tapi oleh tim yang paling kompak.
Battlefield 6 membuktikan bahwa terkadang langkah mundur justru bisa membawa kemajuan. Dengan mengembalikan struktur klasik empat kelas dan memperkuat sistem kustomisasi, DICE berhasil menyeimbangkan antara nostalgia dan efisiensi modern.
Gameplay terasa lebih taktis, koordinasi lebih terarah, dan setiap pemain punya peran yang jelas di medan perang. Ini adalah bentuk “Good Company” yang sebenarnya — tim yang berfungsi karena setiap individunya tahu apa yang harus dilakukan.
Mekanik Gerakan & Sistem Tambahan
DICE dikenal sebagai studio yang senang bereksperimen dengan rasa “bergerak” dalam medan perang. Mulai dari sistem parkour di Battlefield 1, hingga animasi “slide & vault” di Battlefield 2042, setiap seri selalu membawa peningkatan kecil yang membuat aksi di lapangan terasa lebih dinamis. Nah, Battlefield 6 (Good Company) meneruskan tradisi itu dengan memperkenalkan sejumlah mekanik gerakan baru yang tidak hanya menambah gaya, tapi juga berdampak nyata pada strategi bermain.
Kinesthetic Combat System: Lebih Lincah, Lebih Realistis
Fitur utama yang menjadi sorotan adalah “Kinesthetic Combat System” — sistem baru yang menyatukan beberapa elemen gerakan taktis dalam satu alur yang mulus. Pemain kini bisa sprint sambil crouch, melihat ke kiri/kanan saat bersembunyi (lean), dan bahkan menyeret rekan tim yang tumbang ke tempat aman sebelum melakukan revive.
Gerakan-gerakan ini mungkin terdengar kecil, tapi efeknya luar biasa dalam pertempuran nyata. Misalnya, kemampuan untuk lean membuat duel di balik tembok lebih strategis dan realistis. Sementara fitur “drag teammate” menambah elemen emosional dalam kerja sama tim — ada kepuasan tersendiri ketika kamu berhasil menyelamatkan rekan di tengah hujan peluru.
Selain itu, animasi transisi kini terasa lebih halus. Pergantian posisi dari berlari ke tiarap, melompat dari dinding, hingga menaiki kendaraan dilakukan dengan gerakan natural tanpa patah. DICE tampak benar-benar memperhatikan fluiditas pergerakan, sehingga pengalaman bermain terasa imersif dari awal hingga akhir.
Sistem Penutup Dinamis (Dynamic Cover System)
Salah satu inovasi menarik lainnya adalah sistem Dynamic Cover, di mana benda-benda di sekitar bisa digunakan secara adaptif sebagai perlindungan. Misalnya, meja, peti, atau dinding beton bisa didorong atau dijatuhkan untuk menciptakan penutup tambahan.
Sistem ini memaksa pemain berpikir lebih taktis — bukan hanya menembak, tapi juga membaca lingkungan. Dalam mode multiplayer, hal ini menambah variasi taktik pertahanan dan memberi ruang bagi improvisasi di tengah pertempuran sengit.
Gerakan Vertikal: Grapple & Climb yang Lebih Responsif
Untuk menambah mobilitas, DICE menyertakan grappling hook dan sistem panjat (climb) yang lebih intuitif. Pemain bisa mencapai posisi tinggi dengan cepat, membuka peluang serangan kejutan atau posisi sniper yang lebih fleksibel.
Namun, fitur ini tetap dibatasi agar tidak disalahgunakan. Grapple memiliki waktu cooldown dan tidak bisa digunakan di area tertentu, menjaga keseimbangan agar pertempuran tetap taktis, bukan kacau.
Sistem Stamina & Berat Peralatan
Untuk pertama kalinya sejak era Battlefield: Bad Company, sistem stamina kembali hadir, meski dalam bentuk yang lebih halus. Setiap aksi seperti berlari jauh, melompat, atau membawa senjata berat akan menguras stamina. Hal ini membuat pemain harus mempertimbangkan beban peralatan yang dibawa — ingin bergerak cepat, tapi rentan dalam duel panjang; atau membawa senjata berat, tapi harus bergerak lebih lambat.
Mekanisme ini membuat setiap kelas terasa berbeda. Assault bergerak cepat tapi mudah lelah, Support lebih kuat namun berat, sementara Recon punya keseimbangan di antara keduanya. Detail kecil ini memperkaya lapisan gameplay yang sudah kompleks.
Interaksi Lingkungan yang Lebih Dalam
Selain gerakan, interaksi dengan lingkungan juga ditingkatkan. Pemain kini bisa membuka atau menutup pintu manual, mematikan lampu untuk bermain stealth, bahkan menggunakan sistem generator untuk mengaktifkan perangkap listrik atau menyalakan area tertentu di malam hari.
Semua ini mungkin terdengar sepele, tapi ketika dikombinasikan dengan gameplay realistis Battlefield, hasilnya menciptakan medan perang yang hidup dan responsif terhadap aksi pemain.
Evaluasi: Tambahan Kecil, Dampak Besar
Meskipun tidak membawa revolusi besar, Battlefield 6 berhasil menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam sistem gerakan bisa membuat pengalaman bermain terasa jauh lebih segar. Kinesthetic Combat System dan Dynamic Cover memberikan rasa kendali penuh kepada pemain tanpa mengorbankan realisme.
Bila di Battlefield 2042 banyak yang mengeluh karakter terasa “terlalu ringan” dan animasi kaku, di Good Company semua itu diperbaiki. Gerakan kini memiliki bobot, ritme, dan dampak yang terasa nyata — membuat setiap duel terasa lebih mendebarkan.
Destruksi Lingkungan & Dampaknya terhadap Gameplay

Sejak era Bad Company 2, kata “destruksi” sudah jadi sinonim dengan Battlefield. Tidak ada momen yang lebih khas daripada melihat dinding bangunan runtuh karena ledakan tank, atau menonton menara baja tumbang setelah dihantam artileri berat. Elemen ini bukan sekadar efek visual — ia menjadi fondasi dari identitas gameplay Battlefield. Dan di Battlefield 6 (Good Company), DICE berhasil membawa elemen itu ke level yang lebih tinggi.
Destruksi Bukan Sekadar Gimmick Visual
Di Battlefield 6, setiap bangunan, kendaraan, dan struktur memiliki sistem kehancuran berbasis fisika real-time. Artinya, setiap material bereaksi berbeda terhadap senjata dan jenis ledakan yang digunakan. Tembok beton akan retak perlahan sebelum ambruk, sedangkan struktur kayu bisa hancur seketika oleh peluru berat.
Perbedaan ini menciptakan dinamika yang luar biasa di medan perang. Sebuah rumah kecil yang tadinya jadi tempat berlindung bisa tiba-tiba berubah jadi reruntuhan terbuka dalam hitungan detik, memaksa pemain beradaptasi secara cepat.
Efek destruksi kini juga memengaruhi visibilitas dan strategi. Ledakan besar dapat menciptakan awan debu tebal yang mengaburkan pandangan musuh, atau bahkan mengubah jalur utama pergerakan tim. Dengan kata lain, kehancuran bukan hanya efek kosmetik — ia menjadi alat taktis.
Lingkungan yang Benar-Benar Hidup
DICE memanfaatkan kekuatan Frostbite Engine versi terbaru untuk membuat lingkungan Battlefield 6 terasa benar-benar hidup. Setiap partikel debu, kaca pecah, dan puing-puing memiliki interaksi fisik nyata. Ketika bangunan runtuh, debu akan menyebar sesuai arah angin dan kondisi cuaca di peta.
Selain destruksi buatan pemain, ada juga destruksi dinamis alami seperti badai pasir, hujan deras, atau gempa kecil yang bisa memengaruhi stabilitas bangunan. Fitur ini menambah intensitas dan ketegangan yang sulit ditemukan di game shooter lain. Tidak ada pertempuran yang berlangsung dengan cara yang sama dua kali.
Sistem “Controlled Chaos”
Salah satu kritik terbesar di seri-seri sebelumnya adalah kehancuran yang terlalu berlebihan hingga membuat peta terasa berantakan dan kehilangan arah taktis. Di Battlefield 6, DICE tampaknya belajar dari pengalaman itu dengan memperkenalkan sistem Controlled Chaos.
Sistem ini mengatur sejauh mana destruksi bisa terjadi tanpa menghancurkan struktur penting yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan gameplay. Misalnya, dinding luar bisa runtuh, tapi pondasi utama bangunan tetap berdiri agar area tersebut tetap bisa digunakan sebagai jalur taktis.
Dengan pendekatan ini, medan perang tetap terasa dinamis tanpa kehilangan struktur. Pemain bisa menciptakan “jalan sendiri” tanpa membuat seluruh peta menjadi puing-puing kosong.
Destruksi sebagai Alat Strategi
Efek destruksi kini lebih dari sekadar tontonan keren — ia menjadi bagian integral dari strategi tim. Beberapa contoh penerapan taktis yang sering muncul di permainan antara lain:
- Membuka jalur baru: Meledakkan dinding untuk membuat akses cepat ke titik objektif.
- Menutup jalur musuh: Menjatuhkan bangunan untuk menghalangi kendaraan lawan.
- Menciptakan umpan: Menghancurkan sebagian struktur untuk menjebak musuh dalam perangkap visual.
Strategi seperti ini memperkaya gameplay dan memberi ruang kreativitas tanpa mengorbankan keseimbangan. Tidak ada lagi pertarungan statis — setiap detik, medan perang berubah sesuai tindakan pemain.
Momen Sinematik yang Tak Terlupakan
Salah satu kekuatan Battlefield selalu terletak pada kemampuannya menciptakan momen sinematik spontan. Di Good Company, hal itu terasa lebih hidup dari sebelumnya.
Bayangkan: kamu dan tim berlindung di sebuah gedung tinggi, terdengar suara tank mendekat, dan dalam hitungan detik dinding di sebelahmu meledak terbuka. Puing beterbangan, alarm berbunyi, dan kamu terpaksa melompat ke bawah demi bertahan hidup. Momen seperti ini bukan hasil skrip, melainkan konsekuensi alami dari sistem destruksi yang benar-benar dinamis.
Kelemahan: Performa dan Konsistensi
Meski sistem ini luar biasa, ada satu konsekuensi yang tidak bisa dihindari: beban performa. Di beberapa platform, terutama konsol generasi lama, efek destruksi masif bisa menyebabkan penurunan frame rate sesekali. DICE sudah melakukan optimalisasi signifikan, tapi masih ada momen di mana puing-puing dan efek debu terasa terlalu berat untuk ditangani dengan sempurna.
Namun begitu, hal ini relatif kecil dibanding dampak positif yang diberikan sistem destruksi terhadap gameplay secara keseluruhan.
Dengan Battlefield 6, DICE berhasil membuktikan bahwa kehancuran masih menjadi jantung dari pengalaman Battlefield. Tidak hanya cantik secara visual, tapi juga cerdas secara desain. Ia menambah kedalaman taktis, dinamika real-time, dan ketegangan yang selalu membuat setiap momen terasa tidak terduga.
Kalau kamu mencari game perang yang benar-benar “hidup” — di mana setiap ledakan bisa mengubah arah pertempuran — Battlefield 6 (Good Company) jelas tidak akan mengecewakan.
Kelebihan Utama Battlefield 6 (Good Company)
Setelah beberapa tahun dianggap kehilangan arah, Battlefield 6 datang dengan ambisi besar — mengembalikan keaslian yang dulu membuat seri ini dicintai jutaan pemain. Hasilnya? DICE berhasil melakukannya. Game ini bukan sekadar pembaruan grafis, tapi representasi bagaimana sebuah waralaba besar bisa bangkit lewat desain yang matang, fokus yang jelas, dan visi yang kuat.
Berikut beberapa keunggulan utama yang membuat Battlefield 6 (Good Company) menonjol di tengah persaingan game FPS modern.
Perpaduan Sempurna Antara Realisme dan Aksi Cepat
Banyak game FPS modern terjebak di dua ekstrem: terlalu realistis hingga membosankan, atau terlalu arcade hingga kehilangan kedalaman. Battlefield 6 berhasil menyeimbangkan keduanya dengan luar biasa.
Pertempuran terasa cepat dan intens, tapi setiap peluru tetap punya bobot. Efek recoil senjata realistis, namun masih bisa dikendalikan dengan latihan. Mobilitas pemain luwes tanpa terasa seperti superhero. Pendekatan ini membuat permainan terasa autentik namun tetap seru, baik untuk pemain kasual maupun veteran.
Desain Peta Terbaik Sejak Bad Company 2
Salah satu keunggulan terbesar Battlefield 6 adalah level design-nya. DICE kembali ke akar — peta yang dirancang dengan pendekatan “sandbox dinamis”. Setiap area punya karakter unik: kota industri dengan koridor sempit, gurun terbuka dengan jarak pandang jauh, hingga area hutan lembab yang penuh titik penyergapan.
Keseimbangan antara area terbuka dan ruang tertutup membuat semua kelas punya peran. Sniper tak lagi mendominasi, karena setiap zona punya counter-strategy alami. Desain peta juga disesuaikan untuk mendukung sistem destruksi baru, menciptakan medan perang yang berubah terus-menerus tanpa terasa kacau.
Sistem Kerja Sama Tim yang Lebih Dalam
Battlefield selalu dikenal dengan gameplay berbasis tim, dan Good Company memperkuat identitas itu. Kini, kerja sama bukan hanya tentang “revive dan ammo drop” — tapi juga strategi adaptif yang muncul dari sistem baru seperti drag teammate, supply relay, dan field fortification.
Setiap kelas punya fungsi penting dalam keseimbangan tim. Engineer bisa membangun barikade portabel, Medic dapat menyalakan “recovery beacon” untuk revive massal, sementara Recon bisa menandai area musuh dengan drone otomatis. Semua fitur ini mendorong pemain bekerja sama tanpa terasa dipaksa.
Visual & Audio yang Mengesankan
Berbicara soal atmosfer, Battlefield 6 benar-benar mengesankan. Frostbite Engine versi terbaru menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam menghadirkan efek pencahayaan realistis, pantulan air yang hidup, dan detail material yang menakjubkan.
Namun, yang paling mencuri perhatian adalah desain audio-nya. Suara peluru yang memantul di dinding logam, teriakan rekan tim di kejauhan, dan dentuman artileri yang bergema menciptakan sensasi “berada di tengah perang sungguhan”.
Headset bagus benar-benar memperlihatkan betapa telitinya DICE dalam mendesain setiap frekuensi suara. Game ini bukan hanya dilihat, tapi dirasakan melalui audio.
AI yang Lebih Cerdas di Mode Single-Player
Walaupun fokus utama Battlefield selalu di multiplayer, Good Company memberikan kejutan positif lewat mode kampanye yang didukung AI cerdas. Musuh kini lebih adaptif — mereka bisa melakukan flank, memanfaatkan kendaraan, bahkan berkoordinasi untuk mengapit pemain.
AI rekan tim juga jauh lebih berguna dibanding seri sebelumnya. Mereka mampu memberikan dukungan api, menyembuhkan di waktu yang tepat, dan berkomunikasi secara dinamis tergantung situasi. Walaupun belum sempurna, peningkatan ini membuat mode solo terasa lebih hidup.
Stabilitas Server & Optimisasi yang Baik
Satu hal yang dulu sering menghantui seri Battlefield adalah masalah performa server di hari peluncuran. Tapi kali ini, DICE tampaknya belajar banyak. Pengujian menunjukkan koneksi lebih stabil, matchmaking cepat, dan hampir tidak ada crash besar di minggu pertama rilis.
Bahkan di peta besar dengan 128 pemain, frame rate tetap konsisten. Optimisasi yang matang ini memperlihatkan bahwa DICE benar-benar mendengarkan keluhan komunitas dari masa lalu.
Kembalinya “Battlefield Moment”
Mungkin hal yang paling sulit dijelaskan namun paling penting: Battlefield 6 berhasil mengembalikan apa yang disebut komunitas sebagai “Battlefield Moment” — momen spontan yang tak bisa ditemukan di game FPS lain.
Seperti saat jet menabrak helikopter musuh di udara, atau ketika tank kamu hampir hancur lalu datang pesawat teman menjatuhkan bom tepat waktu. Semua momen itu muncul secara alami berkat desain sistem terbuka dan interaksi fisika yang realistis.
Inilah esensi Battlefield: chaos yang indah, di mana setiap pertempuran menciptakan cerita tak terduga.
Kalau Battlefield 2042 terasa seperti eksperimen yang kehilangan jati diri, maka Good Company adalah kebalikannya — sebuah game yang tahu siapa dirinya dan untuk siapa ia dibuat.
DICE tidak berusaha meniru Call of Duty atau game battle royale populer. Mereka kembali fokus pada hal yang membuat Battlefield dicintai: pertempuran besar, kehancuran dinamis, dan kerja sama tim yang mendalam.
Hasilnya adalah pengalaman FPS yang matang, menegangkan, dan — yang paling penting — otentik.
Rekap Kelebihan Battlefield 6 (Good Company)
No | Aspek Kelebihan | Deskripsi Detail | Dampak terhadap Gameplay / Pengalaman Pemain |
---|---|---|---|
1 | Perpaduan Realisme & Aksi Cepat | Battlefield 6 sukses menyeimbangkan aksi cepat dengan realisme senjata dan pergerakan yang terasa berbobot. Tidak terlalu arcade, tapi juga tidak kaku. | Pertempuran terasa intens, menantang, namun tetap mudah diakses oleh pemain baru maupun veteran. |
2 | Desain Peta Terbaik Sejak Bad Company 2 | Peta kini lebih taktis dengan kombinasi area terbuka, ruang tertutup, dan titik vertikal untuk berbagai gaya bermain. | Semua kelas punya peran seimbang, tidak ada dominasi kelas tertentu; gameplay lebih variatif dan adaptif. |
3 | Sistem Kerja Sama Tim yang Lebih Dalam | Penambahan fitur drag teammate, supply relay, dan field fortification membuat koordinasi antar pemain lebih penting. | Meningkatkan rasa solidaritas tim, memperkuat gameplay berbasis kerja sama, dan mengurangi gaya bermain individualistik. |
4 | Visual & Audio yang Mengesankan | Didukung Frostbite Engine terbaru dengan efek pencahayaan, material, dan desain audio 3D yang realistis. | Meningkatkan imersi secara signifikan — pemain merasa benar-benar berada di tengah medan perang. |
5 | AI Lebih Cerdas di Mode Kampanye | AI musuh dan rekan bereaksi sesuai situasi, mampu melakukan flank dan berkomunikasi secara dinamis. | Mode single-player terasa lebih hidup dan menantang, tidak sekadar pelengkap mode online. |
6 | Stabilitas Server & Optimisasi yang Baik | Server kini lebih stabil, matchmaking cepat, dan performa tetap konsisten di peta besar berisi 128 pemain. | Mengurangi frustrasi pemain, memastikan pengalaman multiplayer berjalan lancar tanpa lag atau crash. |
7 | Kembalinya “Battlefield Moment” | Momen acak dan epik yang muncul secara alami, seperti ledakan besar, duel kendaraan, atau penyelamatan dramatis. | Menciptakan pengalaman sinematik yang tak terlupakan di setiap sesi bermain — ciri khas sejati seri Battlefield. |
Kekurangan & Kritik Battlefield 6 (Good Company)
Walau Battlefield 6 (Good Company) berhasil menghadirkan kebangkitan yang mengesankan, bukan berarti game ini sempurna. DICE memang sukses memperbaiki banyak masalah dari seri sebelumnya, tetapi masih ada beberapa elemen yang terasa kurang matang — mulai dari keseimbangan gameplay hingga masalah teknis kecil yang bisa mengganggu pengalaman bermain.
Berikut adalah daftar kekurangan yang paling menonjol berdasarkan pengujian dan umpan balik komunitas.
Kampanye yang Kurang Menggigit secara Naratif
Mode single-player memang menunjukkan peningkatan dalam hal AI dan misi yang lebih terbuka, tapi cerita utamanya terasa datar. Konflik politik global yang menjadi latar permainan tidak dieksplorasi cukup dalam, dan karakter protagonisnya kurang memiliki emosi yang kuat.
Banyak pemain merasa kampanye Battlefield 6 lebih seperti “tutorial panjang” untuk mengenalkan mekanik gameplay, bukan pengalaman sinematik yang meninggalkan kesan mendalam.
Singkatnya: kampanye ini solid secara gameplay, tapi gagal membangun koneksi emosional seperti Battlefield 1 atau Bad Company 2.
Keseimbangan Senjata dan Kelas Masih Belum Stabil
Meskipun sistem progresi senjata sudah jauh lebih baik, keseimbangan antar-kelas dan loadout masih butuh penyesuaian. Beberapa senjata terasa terlalu kuat (overpowered), terutama pada mode multiplayer awal rilis.
Kelas Recon dengan senapan jarak jauh, misalnya, masih bisa mendominasi area terbuka terlalu mudah. Sebaliknya, kelas Engineer terkadang terasa kurang relevan di peta besar yang minim kendaraan.
Masalah ini bukan hal besar, tapi tetap memengaruhi kenyamanan pemain kompetitif yang menginginkan keseimbangan sejati di tiap mode Battlefield 6.
Masalah Teknis Minor: Bug dan Glitch Visual
Seperti halnya game besar lainnya, Battlefield 6 juga tidak luput dari bug minor. Beberapa pemain melaporkan animasi karakter yang “melayang”, efek ledakan yang terlambat muncul, atau kendaraan yang sesekali terjebak di objek lingkungan.
DICE sudah aktif mengeluarkan patch untuk memperbaikinya, tapi masih ada beberapa momen yang terasa kurang halus. Bukan masalah besar, tapi cukup mengganggu imersi dalam permainan.
Mode Multiplayer yang Butuh Variasi Lebih Banyak
Walau inti gameplay multiplayer-nya sangat solid, banyak pemain Battlefield 6 merasa mode permainan terasa terlalu familiar. Mode klasik seperti Conquest dan Breakthrough tetap ada, tapi tidak banyak inovasi baru selain variasi peta dan sistem event dinamis.
Fitur komunitas seperti custom match tools atau map editor juga belum tersedia secara penuh di awal rilis. Hal ini membuat konten multiplayer terasa sedikit terbatas bagi pemain yang ingin variasi lebih luas.
DICE berjanji akan menambahkan mode baru lewat pembaruan musiman, tapi di versi rilis awal, variasinya masih kurang memuaskan.
Sistem Progresi yang Masih Terlalu “Grindy”
Banyak pemain merasa sistem progresi di Battlefield 6 terlalu lambat, terutama dalam membuka senjata baru, attachment, dan skin kendaraan.
Kamu bisa bermain berjam-jam tanpa merasa ada peningkatan signifikan — membuat progres terasa lebih seperti tugas ketimbang penghargaan. Masalah ini mirip dengan awal rilis Battlefield 2042, di mana pemain merasa usaha mereka tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
Performa di Konsol Lama Kurang Stabil
Meski versi PC dan konsol generasi baru berjalan mulus, versi PS4 dan Xbox One masih mengalami penurunan frame rate di area dengan destruksi masif atau efek cuaca berat.
DICE sudah memberikan opsi “Performance Mode” untuk mengurangi beban grafis, tapi perbedaannya tetap terasa signifikan dibandingkan versi next-gen. Bagi pemain konsol lama, pengalaman bisa sedikit kurang optimal.
Kurangnya Fitur Sosial & Clan System
Di era modern, fitur sosial seperti sistem clan, party management, dan cross-platform voice integration sudah menjadi standar. Sayangnya, Battlefield 6 belum sepenuhnya mengimplementasikan hal tersebut.
Pemain yang bermain lintas platform (PC vs konsol) sering kali mengalami kesulitan berkoordinasi karena sistem komunikasi yang terbatas. Padahal, Battlefield sangat bergantung pada koordinasi tim.
Secara keseluruhan, Battlefield 6 (Good Company) adalah langkah besar ke arah yang benar. Namun, beberapa aspek masih membutuhkan perhatian agar game ini bisa mencapai level legendaris yang diharapkan komunitas.
DICE jelas sudah memperbaiki fondasi — gameplay solid, destruksi spektakuler, dan kerja sama tim yang kuat — tapi untuk mempertahankan momentum, mereka harus terus melakukan balancing, menambah konten baru, dan memperhalus performa lintas platform.
Rekap Kekurangan Battlefield 6 (Good Company)
No | Aspek Kekurangan | Deskripsi Masalah | Dampak terhadap Pengalaman Pemain |
---|---|---|---|
1 | Kampanye Kurang Menggigit | Cerita terasa datar dan karakter kurang emosional | Kurang membekas secara naratif, terasa seperti tutorial panjang |
2 | Keseimbangan Senjata & Kelas | Beberapa senjata terlalu kuat, kelas tertentu kurang relevan | Mengganggu keseimbangan di mode multiplayer |
3 | Bug & Glitch Visual | Animasi melayang, efek ledakan tertunda, kendaraan nyangkut | Mengurangi imersi dan tampilan profesional game |
4 | Mode Multiplayer Kurang Variatif | Mode klasik terlalu dominan, minim fitur baru | Pemain cepat bosan setelah beberapa minggu |
5 | Progresi Terlalu “Grindy” | Proses naik level dan unlock item lambat | Membuat progres terasa seperti pekerjaan, bukan pencapaian |
6 | Performa di Konsol Lama | Frame rate drop di area padat atau destruksi besar | Pengalaman bermain terganggu di PS4/Xbox One |
7 | Fitur Sosial Terbatas | Clan system dan komunikasi lintas platform minim | Koordinasi tim jadi sulit, terutama di crossplay |
Kesimpulan Akhir & Rekomendasi: Kebangkitan Sejati Seri Battlefield
Setelah melalui berbagai pasang surut, Battlefield 6 (Good Company) akhirnya menjadi titik balik yang layak dirayakan. DICE seolah berkata, “Kami mendengar kalian,” dan membuktikan lewat sebuah game yang kembali ke akar — pertempuran besar-besaran, kehancuran dinamis, dan teamwork yang kuat.
Game ini bukan sekadar pembaruan dari versi sebelumnya, melainkan penegasan kembali identitas seri Battlefield. Ia tahu apa yang membuatnya berbeda dari game FPS lain: skala, strategi, dan chaos yang terukur.
Kelebihan yang Layak Diacungi Jempol
- Gameplay cepat namun tetap realistis
- Sistem destruksi paling canggih dalam sejarah franchise
- Visual dan audio yang memukau, menciptakan pengalaman imersif
- Mode multiplayer yang padat aksi dan teamwork sejati
- Stabilitas server dan optimisasi yang solid sejak hari pertama
Dengan semua elemen itu, Battlefield 6 terasa seperti “kembali ke rumah” bagi pemain lama, namun juga cukup ramah bagi pendatang baru yang ingin mencoba sensasi perang modern berskala besar.
Kekurangan yang Masih Perlu Diperbaiki
Meski kuat di banyak sisi, game ini masih memiliki beberapa kelemahan penting:
- Narasi kampanye belum sepenuhnya menggigit
- Keseimbangan senjata dan kelas butuh update berkala
- Mode permainan belum cukup variatif untuk daya tahan jangka panjang
- Bug minor dan performa konsol lama perlu peningkatan
Namun, semua kekurangan ini bisa diperbaiki lewat update dan seasonal patch yang rutin — sesuatu yang sudah jadi komitmen DICE sejak awal peluncuran.
Untuk Siapa Battlefield 6 Cocok?
Tipe Pemain | Alasan Cocok |
---|---|
Veteran Battlefield | Karena Good Company menghidupkan kembali sensasi klasik — teamwork, chaos, dan momen tak terduga. |
Pemain FPS Kasual | Gameplay lebih seimbang, tidak terlalu rumit namun tetap menantang. |
Pencinta Grafis & Audio Realistis | Efek visual dan suara dibuat dengan perhatian tinggi terhadap detail. |
Pemain Kompetitif | Mode multiplayer yang stabil dan sistem progresi yang menantang, cocok untuk main bareng tim. |
Nilai Akhir Battlefield 6 (Good Company)
Kategori Penilaian | Skor (0–10) | Komentar Singkat |
---|---|---|
Gameplay & Mekanik | 9.0 | Cepat, realistis, dan memuaskan di setiap kelas |
Desain Peta & Destruksi | 9.5 | Salah satu yang terbaik di genre FPS modern |
Visual & Audio | 9.3 | Luar biasa detail, menciptakan atmosfer perang nyata |
Stabilitas & Optimisasi | 8.8 | Kuat di PC dan konsol baru, tapi perlu perbaikan di platform lama |
Narasi & Mode Solo | 7.5 | Cerita kurang mendalam meski gameplay solid |
Konten & Variasi Multiplayer | 8.7 | Seru, tapi masih bisa dikembangkan lebih jauh |
Total Rata-rata: 8.8/10 — Battlefield 6 (Good Company) adalah kebangkitan sejati seri Battlefield, menghadirkan perpaduan sempurna antara realisme dan keseruan, dengan potensi besar untuk menjadi FPS terbaik tahun ini jika terus dikembangkan lewat update dan ekspansi konten.
Rekomendasi Akhir
Jika kamu pernah kecewa dengan Battlefield 2042, maka Good Company adalah jawaban yang memulihkan kepercayaan itu.
DICE kembali pada esensi sejati — bukan sekadar meniru tren, tapi memantapkan posisinya sebagai raja pertempuran berskala besar.
Apakah ini game sempurna? Belum.
Tapi apakah ini Battlefield yang sesungguhnya?
Tanpa diragukan lagi, ya.
FAQ – Pertanyaan yang Sering Diajukan tentang Battlefield 6 (Good Company)
Apakah Battlefield 6 punya mode single-player?
Ya, ada. Mode kampanye single-player kembali dengan misi terbuka dan AI yang lebih cerdas, meski ceritanya masih kurang menggigit.
Apakah game ini mendukung cross-play?
Ya, Battlefield 6 mendukung cross-play antara PC, PlayStation, dan Xbox, dengan opsi untuk mematikan fitur ini jika diinginkan.
Apakah destruksi lingkungan memengaruhi gameplay?
Sangat memengaruhi. Sistem kehancuran kini bersifat dinamis dan berdampak langsung pada strategi serta jalur pertempuran.
Apakah Battlefield 6 bisa dimainkan di konsol lama?
Bisa, namun performa tidak sebaik versi next-gen. Frame rate dan detail visual mungkin sedikit menurun.
Apakah DICE berencana menambah konten baru?
Ya. DICE sudah mengonfirmasi adanya Seasonal Update dengan mode, peta, dan senjata baru secara berkala.